Wednesday, July 18, 2012

Untuk pengetahuan --- Memahami penentuan awal bulan hijriyah

Bismillahirrahmanirrahim
 
Pada dasarnya, tak ada ayat al-qur’an yang menyinggung secara jelas dan spesifik atas metode penentuan awal bulan hijriyah. Yang ada hanyalah panduan umum untuk menggunakan matahari dan bulan sebagai patokan dalam mengetahui perputaran waktu (Al-‘Anam: 96, Yunus: 5, Ar-Rohman: 5). Ayat 185 surat Al-Baqoroh yang diduga sebagai landasan penetapan awal bulan Islam (khususnya bulan Ramadlan) sebenarnya sama sekali tidak menyinggung tentang metode penetuan awal bulan dalam Islam, hal ini sedikitnya karena empat alasan:
Pertama: Kata شهد dalam bahasa arab tidak mempunyai arti melihat, tetapi ada di tempat atau tidak bepergian, dan juga mengetahui. Sementara yang mempunyai arti melihat adalah شاهد dengan tambahan alif setelah syin. Bisa juga kata شهد berarti mengetahui, sehingga artinya mengetahui masuknya bulan Ramadlon.[1]
Kedua: Kalimat selanjutnya yaitu فمن كان منكم مريضا أو على سفر menjadi penguat atas kata شهد dengan arti hadir di tempat.[2]
Ketiga: Dan jika saja kata شهد diartikan dengan melihat, maka puasa Ramadan hanya wajib bagi orang yang melihat bulan saja, sedangkan yang lain tidak.[3]
Keempat: ال dalam kata الشهر berfungsi للمعهود السابق (penyebutan sesuatu yang telah lewat), sehingga maksud الشهر dalam ayat tersebut bukanlah bulan muda, melainkan bulan Ramadan.[4]
Oleh karena itu, metode penetapan awal bulan dalam Islam hanya didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW, bukan pada Al-Qur’an. Hadist-hadist shahih menetapkan bahwa dalam menentukan awal bulan Hijriyah, khususnya bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah dengan salah satu dari tiga metode: pertama melihat hilal (ru’yatul hilal), kedua menyempurnakan bulan yang bersangkutan (ikmal), dan yang ketiga memperkirakan “keberadaan” hilal (dengan ilmu hisab/falak). Hanya saja cara yang terakhir ini masih dipertentangkan oleh para sarjana fiqih Islam.


mudah-mudahan bermanfaat, 

No comments: